MASALAH Ambalat menyulut ketegangan hubungan Indonesia
Malaysia. Dua
negara bertetangga ini sudah
menyiagakan armada perang. Namun,
keduanya masih menahan diri dan
berusaha mencari jalan damai.
Dalam dunia nyata, situasi masih
terkendali. Tapi tidak demikian
dengan dunia maya. Perang cyber
langsung meletus beberapa hari setelah
pemerintah kedua negara menyiapkan
armada di seputar Ambalat.
Serangan dimulai oleh cracker
Indonesia sekitar. Cracker
merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan orang yang
melakukan tindakan memasuki sistem
keamanan komputer dan kemudian
mengubah tampilan hingga melakukan
perusakan.
Beberapa situs diserang sekaligus, di
antaranya milik kantor negara
bagian terbesar di Malaysia, Sultan
Perak. Para cracker mengubah
tampilan dengan membubuhkan kalimat
'Indonesia bersatu dan jangan
ganggu tanah airku' dengan latar
belakang bendera merah putih. Dalam
situs itu ditinggalkan pula lima sila
Pancasila.
Cracker itu kemudian meninggalkan
identitas diri, yaitu Kupuuss. Ia
memasang fotonya --entah benar entah
tidak-- sedang bergandeng mesra
dengan artis Dian Sastro Wardoyo.
Situs lain yang diserang adalah
klpages.com milik perusahaan Yellow
Pages Malaysia. Begitu situs dibuka,
orang langsung mendengar lagu
Indonesia Raya. Pesannya, 'Anda
inginkan perang? Kami akan layani'.
Pada hari-hari berikut, jumlah situs
Malaysia yang di-deface atau
diubah tampilannya kian banyak. Antara
lain situs resmi milik Ketua
Pengarah Kerja Raya, Universitas
Sains, dan United Nations Development
Programme Malaysia yang beralamat di
undp.org.my. Tampilannya diubah,
tidak lupa pencantuman pesan yang pada
intinya bermuara pada kata-kata
'Ganyang Malaysia'.
Lalu, apakah para cracker Malaysia
diam saja? Tidak. Mereka membalas
men-deface beberapa situs Indonesia.
Di antaranya web server milik
Internet Service Provider Radnet (ISP)
Surabaya. Jaringan mereka
dijebol komunitas yang menamakan diri
Dedemit Maya Malaysia.
Situs Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Surabaya yang berada di bawah ISP
Radnet ikut dimasuki. Tampilannya
diubah dengan pembubuhan kalimat
yang pada intinya mengajak damai
karena Indonesia dan Malaysia adalah
bangsa serumpun. Belum lama ini
--seperti diberitakan detik.com--
situs BNI 46 juga diserang. Para
cracker Malaysia berhasil menyisipkan
satu halaman berisi pesan di situs
bnicardcenter.co.id.
Koordinator Logistik dan Sistem
Teknologi Informasi Komisi Pemilihan
Umum Surabaya, Didik Prasetiyono
membenarkan adanya serangan dari
cracker Malaysia, Jumat (11/3).
"Tapi tidak ada muatan politis.
Kebetulan saja berada di bawah ISP
Radnet. Selain kami ada beberapa
situs lain yang di-deface, misalnya
surya.go.id, djfm.co.id, dan
metrofm.co.id."
Sementara itu, Corporate Secretary BNI
46 Maruli Pohan mengatakan,
situs BNI memang pernah dicoba
diganggu cracker. "Namun dapat diatasi
karena firewall dan security system
yang kami miliki dapat mencegah.
Di samping itu BNI juga sudah memasang
early detection system."
Uji kemampuan
Sampai sekarang, perang cyber antara
Indonesia dan Malaysia masih
berlangsung. Tindakan ini meresahkan
banyak pihak. Jim Geovedi, mantan
hacker yang kini bekerja di salah satu
perusahaan konsultan pengaman
jaringan komputer, mengatakan tindakan
para cracker bisa menjatuhkan
nama Indonesia.
Sebenarnya, lanjut Jim, kondisi
seperti ini sudah beberapa kali
terjadi. Antara lain perang cyber yang
berlangsung antara Indonesia
dan Portugal, Timor Timur serta
Australia. "Berdasarkan pengamatan
saya, dalam setiap perang selalu cracker
Indonesia yang memulai. Saya
khawatir ini mencerminkan kondisi
masyarakat Indonesia yang tidak mau
kalah dan agresif," katanya
kepada Media, beberapa waktu lalu.
Tidakkah tindakan para cracker
merupakan salah satu wujud
nasionalisme? Jim menegaskan, motivasi
para cracker sangat beragam.
Nasionalisme hanya salah satu alasan
untuk membenarkan tindakan
mereka. Alasan sebenarnya adalah uji
kemampuan dan juga keinginan
untuk memproklamasikan diri.
Dalam pandangan Jim, maraknya praktik
cracker disebabkan lemahnya
hukum kejahatan cyber di Indonesia.
Itu pula yang kemungkinan
melatarbelakangi mengapa cracker di
Indonesia selalu menyerang
terlebih dahulu. "Di negara lain
termasuk Malaysia, orang akan
berpikir dua kali sebelum melakukan
penyerangan. Sebab, hukum dan
aparatnya sudah jelas. Itu pula yang
mungkin menjadikan cracker
Malaysia hanya mencantumkan imbauan
perdamaian saat membalas serangan
Indonesia."
Diwawancara terpisah, Ketua
Indonesia-Computer Emergency Response Team
Budi Rahardjo mengemukakan pendapat
hampir senada. Alumnus Institut
Teknologi Bandung ini menegaskan, apa
yang dilakukan para cracker sama
sekali tidak mencerminkan rasa
patriotisme. "Tindakan mereka justru
mengarah pada anarki dan destruktif.
Ini namanya nasionalisme sempit
atau nasionalisme yang
kebablasan," katanya.
Karena itu, lewat blog (semacam
website pribadi), Budi membuat imbauan
agar para cracker kedua negara
menghentikan aksinya. Pria yang akrab
disapa Kang Budi ini menyarankan para
cracker menyalurkan kekesalannya
melalui dialog lewat e-mail, mailing
list, bulettin board, blog atau
media elektronik lainnya.
"Silakan adu argumentasi, saling
memaparkan bukti-bukti kepemilikan
sah Ambalat. Itu lebih baik,"
ujarnya.
Sehubungan dengan aksi para cracker,
Budi mengatakan pihaknya kini
tengah bekerja sama dengan
Malaysia-Computer Emergency Response Team.
Mereka sepakat memberi tahu para
pengelola website yang sudah di-crack
agar segera memperbaiki.
Sedangkan, Wakil Sekjen Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
Johar Alam mempunyai pendapat berbeda.
Dia menilai tindakan cracker
kemungkinan besar dilatarbelakangi
rasa nasionalisme karena merasa
tanah airnya diganggu. "Menurut
saya, tindakan mereka bisa dibenarkan.
Apalagi mereka hanya mengubah
tampilan, tetapi tidak merusak sistem,"
katanya
Johar menyatakan salut dengan
anak-anak muda kedua negara yang bisa
menahan diri. Dia berharap situasi
seperti itu tetap dijaga. "Kalau
sampai merusak sistem, saya tidak
setuju. Akan ada banyak pihak yang
dirugikan," tandasnya.
Bermacam motif
Lalu, apa sebenarnya motif para
cracker? Salah seorang cracker dari
Bandung -- sebut saja Imam --
mengatakan, setiap orang atau kelompok
cracker yang terlibat aksi e-ganyang
Malaysia memiliki motif beragam.
Tapi rata-rata untuk uji kemampuan dan
just for fun. "Alasan
nasionalisme hanya dalih saja. Andai
benar ada, saya yakin hanya
sebagian kecil," tuturnya.
Beragamnya motif juga dikemukakan Dani
Firmansyah yang pernah berhasil
membobol sistem keamanan jaringan
komputer KPU, kemudian mengganti
nama-nama partai yang tertulis. Dalam
pandangan Dani yang beberapa
waktu lalu sudah selesai menjalani
hukuman, motif yang diusung sangat
beragam. Mulai dari patriotisme,
iseng, just for fun atau hanya ingin
uji kemampuan.
Terlepas dari semua itu, lelaki yang
kini tengah sibuk memasang
instalasi jaringan komputer di
beberapa perusahaan ini mengimbau agar
semua cracker yang terlibat dalam aksi
e-ganyang menahan diri. Dia
khawatir perang cyber yang dia sebut
sebagai tawuran di cyber akan
menimbulkan banyak kerugian.
"Saya lihat sudah berimbas pada perusakan
situs yang ditujukan untuk kepentingan
orang banyak. Kalau nanti yang
terkena adalah situs trading atau
bisnis, kerugian materinya pasti
besar. Sebab, tidak murah membangun
atau memperbaiki jaringan yang
sudah rusak," tuturnya.
Lebih jauh, Dani mengimbau agar
komunitas yang melakukan aksi
e-ganyang sabar menunggu perkembangan.
"Kalau pemerintah sudah
membunyikan genderang perang, maka itu
kewajiban bagi setiap warga
untuk membela negaranya sesuai dengan
UUD'45," tandasnya.
------------------------------------------------------------------
Sebenarnya sih ini berita "B A S I" tapi, ada bagusnya untuk di simak
dan bukan ajang untuk adu domba hanya untuk dijadikan motifasi untuk
meningkatkan
kewaspadaan (bagi pelaku bisnis and all), mempercanggih pertahanan
cyber, dan mempersiapkan serangan balik (jika tertekan).